Kamis, 05 November 2009

movie :))

Ketika Isabella Swan pindah ke Forks yang muram, ia bertemu Edward Cullen, cowok misterius sangat memesona yang membuat perasaannya jungkir-balik. Dengan kulit persolon, sepasang mata keemasan, dan suara merdu memikat, Edward sungguh sosok teramat menarik yang membuat Isabella terpikat. Selama ini Edward telah berhasil menyembunyikan identitasnya yang sesungguhnya, tapi Bella bertekad untuk menyingkapkan rahasia paling kelamnya.

Hanya saja Bella sama sekali tidak menyadari bahaya yang menantinya, ketika hubungannya dengan Edward semakin akrab. Dan sanggupkah Bella berpaling dan meninggalkan Edward sebelum segalanya terlambat dan tak ada jalan kembali baginya?

Ini adalah kisah cinta terlarang. Dan seperti cinta terlarang lainnya, cinta ini tak mengenal jalan kembali, selain menjadi hidup dan sekaligus mati pada saat yang sama.

Kesan pertama saat menerima buku ini dari teman saya adalah… tebal… Agak mengerikan rasanya mendapat novel setebal ini.

Saat pertama kali melihat buku ini tersegel di toko buku, pikiran pertama saat melihat kovernya adalah pikiran mengenai novel fantasi. Sesudah kata “fantasi” yang berkaitan erat dengan Harry Potter muncul dalam benak, saya melihat sinopsisnya dan hancur berkeping-kepinglah kata “fantasi” itu digantikan oleh kata “roman”.

Sejujurnya, novel bertema cinta jelas bukan favorit saya. Itu sebabnya setelah melihat sinopsis Twilight untuk pertama kalinya, saya tidak terlalu berminat membacanya, meskipun ada kata “vampire” menggelitik rasa ingin tahu.

Pada akhirnya, setelah buku lanjutannya muncul, saya mulai mendengar orang-orang membicarakan buku ini sebagai buku yang bagus. Jelas makin penasaran kalau sudah begini jadinya. Penasaran namun ragu pun berakhir dengan meminjam punya teman.

Pesan pertama saya untuk yang masih tidak memiliki gambaran apa-apa mengenai buku ini namun penasaran ingin membacanya, jangan berharap akan menemukan banyak banyak misteri yang melingkupi kehidupan vampir. Tiga perempat buku ini berisi cerita cinta dan cerita tentang bagaimana perasaan sang pemeran utama terhadap vampir yang disukainya itu.

Kira-kira menjelang akhir buku, barulah muncul konflik yang cukup menaikkan ketegangan (saya bilang “cukup” bukan berarti banyak dan kadar “cukup” ini sangat relatif untuk orang-orang). Konflik menegangkan itu tidak diberi banyak porsi dan durasinya pun cukup singkat, namun twist yang ada dalam konflik singkat tersebut cukup membuat kejutan. (sekali lagi, “cukup” di sini berbeda untuk semua orang)

Bagi penggemar cerita cinta romantis yang tidak bernuansa teenlit Indonesia, buku ini bisa dicoba. Nuansa yang ditawarkannya berbeda dengan cerita cinta yang selama ini ada dalam teenlit Indonesia. Bisa jadi, Twilight di negeri asalnya adalah teenlit (rimanya terdengar mirip...).

Kekurangan utama dari buku ini adalah banyaknya dialog. Kebiasaan saya membaca adalah “scanning” (membuka halaman awal, membaca beberapa kalimat, lalu pergi ke halaman agak tengah, membaca beberapa kalimat dan terus mengambil halaman secara acak beberapa kali bahkan hingga mengintip akhir cerita) selama bertahun-tahun saya melakukan hal tersebut pada novel-novel yang saya baca, setidaknya ada kalimat menarik yang saya temukan dan membuat saya termotivasi untuk cepat-cepat membaca secara runut. Lain halnya dengan Twilight! Saya melakukan “scanning” dan jauh lebih sering bertemu dengan dialog antara Bella dan Edward (protagonis cerita). Bagi saya, jelas, this is madness! Berani sekali pengarang ini! Dia tidak takut pembaca bosan?

Ada sekitar belasan karakter dalam cerita ini, tapi sebagian besar terasa “numpang lewat”, yang kadar “numpang lewat”-nya menurut saya sampai separah “karakter minor itu dibunuh baru deh jadi gej
olak, tapi itu juga gak bakal lama-lama amat”. Tapi berhubung novel ini bersambung, saya agak berharap karakter-karakter minor tersebut nantinya lebih berkembang seiring dengan berjalannya cerita. (sejujurnya, saya paling kasihan dengan tokoh-tokoh vampir lainnya, keluarga Edward yang lainnya, mereka berperan banyak tapi terasa seperti tidak penting karena Bella hanya fokus pada Edward, Edward, dan Edward)

Poin bagus untuk novel ini adalah deskripsi. Meskipun tidak seagung dan sekaya deskripsi dalam LoTR, deskripsi yang banyak dijabarkan di dalam cerita adalah jenis deskripsi yang memadai dan dapat diikuti dengan enak. Kemungkinan besar deskripsi bisa dilakukan dengan lancar karena sudut pandang orang pertama yang digunakan oleh pengarang.

Selain itu, meskipun novel ini mengumbar kisah cinta, isinya benar-benar bersih. Bebas dari adegan yang cenderung vulgar seperti yang ditemukan dalam novel chicklit. Ini membuat rentang umur pembaca layak untuk novel ini melebar luas, menjaring konsumen berusia lebih muda.

Kesimpulan akhir untuk novel ini, cerita cintanya memang luar biasa (silakan diintrepetasikan sendiri maksud “luar biasa” di sini ). Jelas saya tidak akan menyuruh para lelaki membeli buku ini. Buku ini lebih layak dikonsumsi oleh kaum hawa, itupun oleh mereka yang cinta mati pada roman dan ingin mendapat nuansa cerita cinta yang berbeda dari teenlit Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

 

tiika.tiika Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template